Selasa, 27 Desember 2011

OPTIMALISASI KERAGAMAN BUDAYA SEBAGAI POTENSI WISATA


Oleh: Ahmad Aprillah
Dengan beroperasinya Bandara Internasional Lombok (BIL) menandakan bahwa sektor pariwisata akan menjadi salah satu tulang punggung pembangunan perekonomian Nusa Tenggara Barat (NTB). NTB umumnya dan Lombok khususnya diproyeksikan untuk menjadi daerah pariwisata terpadu layaknya Bali pada tahun 70-an. BIL diharapkan menjadi pintu gerbang yang akan manarik jutaan wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk berbondong-bondong datang ke NTB. Jatuhnya pilihan untuk memfokuskan pembangunan pada sektor pariwisata jelas bukan tanpa alasan. NTB jelas memiliki berbagai potensi untuk dikembangkan ke arah itu. Pantai dengan ombak dan pemandangan kelas dunia, gunung api, hutan, air terjun, dan pulau-pulau kecil yang tersebar bak untaian mutiara adalah sejumlah potensi alam yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai aset wisata. Selain berbagai potensi wisata alam diatas yang tak boleh dilupakan adalah berbagai potensi budaya yang dapat dikembangkan sebagai sebuah atraksi budaya yang dapat dijual kepada para wisatawan. Setidaknya ada tiga wujud budaya yang bisa dikembangkan menjadi aset wisata yaitu artefak atau karya budaya, berbagai aktivitas budaya, dan yang terakhir adalah perwujudan budaya dalam bentuk berbagai masakan-masakan tradisional. Apa yang saya kemukan disini berbeda dengan teori kebudayaan yang membedakan wujud kebudayaan menjadi tiga yaitu ide, artefak, dan aktivitas.
NTB dan khususnya Lombok adalah muara kebudayaan nusantara. Hal ini karena berbagai kebudayaan nusantara dapat ditemui di NTB. Ada budaya Bali, ada budaya Melayu, ada budaya Jawa, ada budaya Bugis, budaya Cina, dll. Berbagai jenis budaya itu dapat dilihat dan dinikmati dari berbagai benda-benda cagar budaya yang ada di NTB. Benda-benda cagar budaya ini bila dikembangkan dan dipromosikan akan mampu menjadi sebuah atraksi budaya yang memikat wisatawan. Misalnya, masjid kuno yang ada di desa Bayan. Lokasi masjid kuno ini sangat sulit dijangkau karena kondisi infrasturktur jalan yang buruk padahal jika infrastruktur menuju lokasi masjid kuno ini diperbaiki pasti para wisatawan akan ramai yang berkunjung ke sana. Wisatawan sangat menyukai benda-benda cagar budaya yang tua dan antik. Selain masjid kuno ada juga taman Narmada yang merupakan peninggalan kerajaan Karang Asem di Lombok. Ada pula puri Lingsar dan berbagi pure-pure yang tersebar di Lombok. Lain lagi benda-benda cagar budaya yang ada di pulau Sumbawa, bima, dan Dompu yang masih menunggu untuk dioptimalkan menjadi aset wisata.

Selain situs-situs dan benda-benda budaya, NTB juga memiliki berbagai tradisi kebudayaan yang masih hidup di masyarakat dan bisa dijual menjadi aset wisata. Berbagi jenis kesenian seperti tari-tarian, musik, wayang, dan ritual-ritual adat dapat dikembangkan ke arah itu. Misalnya ritual Bau nyale di pantai kuta, Lombok tengah. Kegiatan ini telah masuk ke dalam kalender pariwisata NTB tiap tahunnya. Ribuan wisatawan lokal maupun asing berbondong-bondong datang ke pantai kuta untuk berpartisipasi dalam kegiatan kegiatan ini. Bayangkan saja jika kegiatan-kegiatan budaya lain dapat dioptimalkan seperti bau nyale maka para wisatawan pun akan mempunyai lebih banyak opsi untuk dinikmati. Misalnya tradisi perang topat di puri lingsar, perang timbung di desa pejanggik, peresean, tradisi nyepi, pawai ogoh-ogoh, maupun tadisi lebaran ketupat di Batu layar. Berbagai kesenian rakyat juga bisa dioptimalkan misalnya dengan menjadikannya sebagai maskot daerah dan bisa ditampilkan pada acara-acara resmi. Patut disayangkan, ketika perayaan 100 tahun kebangkitan nasional kesenian dari NTB tak ada yang ditampilkan padahal banyak sekali kesenian rakyat NTB yang unik dan berbeda dari daerah lain. Namun karena kurangnya perhatian dari pemerintah maka berbagi potensi ini bertahan sendiri-sendiri. Tak ada perhatian terhadap penggiat-penggiat kesenian tradisoonal sehingga banyak dari mereka yang meninggalkan kesenian itu sehingga tak ada proses regenerasi. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut bukan mustahil berbgi kesenian tradisioal akan terancam punah.
Potensi terakhir yang dapat dikembangkan adalah kuliner tradisional. Indonesia sangat kaya dengan berbagai masakan tradisonal dan setiap daerah mempunyai masakan-masakan tradisonal khas mereka sendiri. NTB jelas sangat potensial untuk wisata kuliner. Berbagai macam masakan tradisional ini dapat dikembangkan menjadi maskot NTB. Wisatawan-wisatawan asing yang datang ke NTB tidak mungkin sekedar datang hanya untuk makan Kentucky fried chicken, mcDonald dan makan-makan cepat saji yang lain. Para wisatawan justru datang ke Lombok untuk dapat makan pelecing ataupun ayam taliwang. Begitu juga ketika para wisatawan datang ke Sumbawa, Bima, dan Dompu mereka pasti akan mencari makanan-makanan khas daerah itu baik untuk dikonsumsi maupun dijadikan oleh-oleh.
Salah satu wujud kebudayaan adalah sistem ide yang ada dalam kebudayaan itu. Ini sebenarnya tidak bisa dikembangkan karena masalah nilai adalah masalah abstrak yang hidup dalam hati dan pikiran masyarakat. Namun ini juga adalah salah satu potensi wisata yang dapat dijadikan sebagai wisata religius. Kta tentu masih ingat dengan film Julia Robbert yang berjudul eat, pray, love yang bercerita tentang bagaimana ia menemukan kedamaian di Bali. Nilai-nilai luhur budaya lombok bisa saja dipromosikan sehingga ketika orang ingin mencari kedamaian jiwa mereka datang ke Lombok.
Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa bukan hanya pesona alam yang dapat ditawarkan kepada para wisatawan namun juga berbagai aset budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat NTB. Budaya NTB yang berwarna-warni ini bisa dioptimalkan menjadi pesona wisata. Sekarang, menjadi tugas Pemda untuk mampu mengoptimalkan berbagai potensi itu. Selain akan meningkatkan Pendapat Asli Daerah (PAD) melalui kegiatan turisme, pengembangan potensi budaya ini juga merupakan sebuah upaya konservasi terhadap eksistensi budaya-budaya itu. Namun satu hal yang perlu diingat, dalam pengembangan dan pembangunan sektor pariwisata harus tetap seiring dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya dan tradisi itu. Jika pengembangannya sudah mengarah ke degradasi nilai-nilai luhur budaya dan norma-norma kemasyarakatan, itu artinya pembangunan telah salah jalan dan harus segera diluruskan. Jangan pernah menjadikan Budaya sebagai tumbal dari pembangunan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar